Cara Sukses yang umumnya dilakukan banyak orang lebih pada cara-cara teknis mencakup peningkatan kapasitas diri, penguasaan skill, pengetahuan dan stategi dalam mewujudkan harapan. Namun tahukah Anda bahwa kunci menjadi sukses tidak sekedar berkaitan dengan hal teknis. Namun lebih pada peningkatan kualitas diri, kualitas spiritual, dan peningkatan kualitas energi. Hal penting ini justru sering terabaikan, apalagi masalah karakter diri seperti arogansi. Arogansi seringkali menjadi hal yang tanpa disadari bisa menghambat kesuksesan atau menghancurkan kesuksesan. Bahkan meski pada orang yang telah sukses sekalipun.
Arogansi adalah karakter diri yang sebenarnya termasuk dalam sikap negatif yang bisa berpengaruh besar pada kesuksesan. Sikap diri negatif akan memberikan pengaruh negatif. Apalagi dalam aspek hidup dimana Anda menjalankannya berkaitan dengan orang lain. Arogansi akan berpengaruh pada citra diri, yang berakibat pada penilaian negatif yang tentunya akan berpengaruh pada nilai dari sesuatu yang melekat padanya.
Sebagai salah satu hal yang berpengaruh pada kualitas diri dan kesuksesan mengenai arogansi bisa dijelaskan dari tulisan sebagai berikut:
Seorang CEO dari perusahaan Fortune 100 mengatakan, “Success can lead to arrogance. When we are arrogant, we quit listening. When we quit listening, we stop changing. In today’s rapidly moving world, if we quit changing, we will ultimately fail.” (Sukses bisa membuat kita jadi arogan. Saat kita arogan, kita berhenti mendengarkan. Ketika kita berhenti mendengarkan, kita berhenti berubah. Dan di dunia yang terus berubah dengan begitu cepatnya seperti sekarang, kalau kita berhenti berubah, maka kita akan gagal).
*******
Itulah sisi negatif dari kesuksesan, yakni arogansi. Arogansi muncul saat seseorang merasa diri paling hebat, paling luar biasa, dan paling baik dibandingkan dengan yang lainnya. Pikiran negatif yang memunculkan sikap arogansi menjadi penyakit mental yang bisa menjangkiti apa saja dan siapa saja, mulai dari organisasi, produk, pemimpin, sampai orang biasa. Khusus pada tulisan ini, kita akan membicarakan soal manusianya.
Orang sukses yang kemudian bersombongria sebenarnya patut disayangkan. Harusnya ia ingat, saat berjuang keras menggapai kesuksesan, ia begitu terbuka untuk belajar. Mau mendengarkan dan mudah menerima masukan dari orang lain bahkan kritikan tentang dirinya. Ia juga mau berjerih payah, berani hidup susah, dan mengorbankan diri. Bahkan, ia tampak sangat ‘merakyat’ hidupnya. Akan tetapi, itu dulu. Sayang sekali, saat kesuksesan datang, orang yang sukses kemudian lupa diri. Mungkin dia akan berkata, “Saya sudah berhasil mencapai yang terbaik.
Sekarang, Andalah yang harus mendengarkan saya. Saya tidak perlu lagi mendengarkan Anda.” Hal itu diperparah lagi ketika mereka dikelilingi oleh para ‘yes man’ yang tidak berani angkat bicara soal kekurangan orang ini. Hal ini membuat orang itu semakin ‘megalomania’, pongah, angkuh, dan egois. Ia terbelenggu oleh kesuksesannya sendiri. Ia tidak pernah belajar lagi. Tanpa disadariya arogansinya akan menghancurkan dirinya beserta kesuksesannya.
*******
Ada Seorang Pebisnis, dia menceritakan susah payahnya membangun bisnisnya. Cerita yang mengharukan sekaligus heroik ketika dia harus tidur di kolong jembatan saat tiba di Jakarta ketika remaja. Dengan susah payah dia merangkak dari bawah untuk bertahan hidup. Menikah tanpa uang sepeser pun. Hidup di rumah kontrakan kecil. Akan tetapi, dia tidak patah arang. Dia mengamati cara kerja orang sukses, mencontoh, dan memodifikasi sendiri produknya. Sekarang, dia pun berjaya. Tiga pabrik besar ada di genggamannya.
Namun, sayang sekali. Perusahan itu sedang diterpa badai masalah internal. Pemicunya tak lain adalah sikap pemimpin yang arogan. Dia otoriter dan antikritik. “Kalau saya bisa, kalian juga harus bisa,” katanya pongah. Dia pun menolak ide-ide baru. Dia mengelola perusahaan dengan serampangan. Turn over karyawan pun tinggi. Sisanya hanya kelompok para ‘penjilat’ yang tidak berani melawan. Dia menginginkan anak buahnya di-training. Padahal, dia sendiri yang perlu up date diri dengan training.
Arogansi bisa menghampiri siapa saja, bukan hanya pada pengusaha, pebisnis, atau orang yang sukses dalam profesi dan karirnya. Termasuk seorang pendidik, guru, dosen, yang tiap hari memberi suatu bagi orang lain. Dari situ, kita belajar banyak untuk hati-hati.
“Kesuksesan jangan membuat kita arogan dan cenderung self centered serta tidak mau mendengarkan orang lain”.
Seperti kita tahu, dunia begitu mengenal sosok Mao, Hitler, ataupun Stalin. Mereka berjuang dari basis bawah menuju pucuk kepemimpinan. Mereka pun berjuang untuk perubahan di masyarakatnya. Idealisme mereka sangat luar biasa. Orang pun dibuatnya kagum. Namun, mereka lupa daratan ketika sukses. Mereka memonopoli kebenaran tunggal alias anti kritik dan anti pembaruan. Mereka memimpin dengan tangan besi. Korban pun bergelimpangan dari tangannya. Begitu juga dalam sejarah bisnis. IBM yang begitu besar dan terkenal pernah mengalami kemerosotan saat arogansi membekap sikap dan pikiran para pemimpin mereka.
Terjebak retorika. namun, itulah yang terjadi apabila orang berhenti belajar dan merasa diri sudah selesai saat sudah merasa sukses. Tanpa dia sadari, lingkungannya terus belajar, berinovasi, dan berkembang. Sementara, dia mandek di posisinya. Akibatnya, kesuksesan yang dia peroleh lama-kelamaan menjadi basi. Tanpa sadar, kompetitor mereka bergerak jauh meninggalkan dirinya di belakang. Mereka terjebak dalam retorika, kalimat, jurus yang itu-itu saja alias usang. Arogansi telah menutup hati dan pikirannya untuk kreatif menemukan jurus dan tip-tip baru mempertahankan sekaligus mengembangkan kesuksesannya. Di sinilah, arogansi berujung pada malapetaka dan kehancuran.
Jadi, bagaimanakah tipnya agar kesuksesan kita tidak berubah menjadi arogansi?
Pertama
Aware (sadar) dengan sikap dan tingkah laku kita selalu. Meskipun sudah sukses, kita perlu memberi waktu untuk menyadari sikap dan perilaku kita di mata orang lain. Selalulah sadar apakah nada dan ucapan serta tindak tanduk kita sekarang semakin membuat banyak orang lain terluka? Apakah kita masih tetap menghargai orang lain? Apalagi orang-orang yang telah turut membawa Anda ke level sukses sekarang, apakah Anda hargai? Jangan sampai, tatkala masih bersusah payah, kita begitu respek, tetapi setelah sukses justru mencampakkan mereka.
Kedua
Waspadai umpan balik yang hanya menghibur kita tetapi tidak membuat kita belajar lagi. Hati-hati dengan orang di sekeliling kita yang hanya mengatakan hal bagus, tetapi tidak berani memberikan masukan yang baik. Kadang, masukan negatif juga kita perlukan demi perkembangan, sesukses apa pun kita.
Ketiga
Awasi dan peka dengan perubahan yang terjadi. Dalam buku Who Moved My Cheese disimpulkan bahwa kita harus selalu mencium keju kita, apakah sudah basi ataukah mulai diambil orang lain. Kita pun harus terus mencium dan peka bagaimana orang lain mengembangkan dirinya serta bisa jadi ancaman bagi kita. Jangan pula merasa diri paling hebat dan lupa belajar.
Keempat
Sopan dan rendah hati untuk belajar dari orang lain. Semoga tulisan ini menginspirasi Anda untuk meraih sukses sejati. Kesuksesan yang membuat Anda tidak arogan. Baiknya kita tutup tulisan ini dengan kalimat kuno yang seringkali sudah kita dengar. “Di atas langit masih ada langit yang lain”.
*******
Cara sukses dengan meningkatkan kualitas diri termasuk membuang arogansi adalah cara sukses yang nyata namun sering diabaikan. Meningkatkan kualitas diri selain dengan meningkatkan performa dan mengelola hati, akan semakin berkualitas jika disertai peningkatan kualitas energi. bahkan peningkatan kualitas energi ini menjadi kunci sukses dan cara sukses yang sesungguhnya.
Untuk meningkatkan kualitas energi Anda bisa melakukannya dengan belajar apa itu Bioenergi, bagaimana manafaatnya dan bagaimana cara memanfaatkannya, termasuk bisa di manfaatkan untuk apa saja. Cara paling efektif untuk belajar tentang ilmu Bioenergi adalah dengan mengikuti program Pelatihan Bioenergi di Bioenergi Center.